Selasa, 25 Februari 2014
Adakah Ancaman dari Telur Setengah Matang?
Click Here!
Masyarakat mengenal telur sebagai makanan yang mengandung protein tinggi, sehingga dipilih sebagai asupan energi sehari-hari. Cara mengonsumsinya pun beragam, ada yang digoreng hingga matang, setengah matang, direbus, dan ada pula yang langsung ditelan mentah. Salah satu penyajian telur yang cukup populer di kalangan masyarakat adalah dengan memasaknya setengah matang. Cara ini dipercaya dapat menghasilkan kandungan nutrisi lebih banyak di banding metode memasak lainnya. Ahli Gizi dan Peneliti Pangan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan Bogor, Dr Mien Karmini Mahmud, Msc. mengakui, salah satu keuntungan penyajian telur setengah matang adalah tidak terjadinya koagulasi protein atau penggumpalan protein ketika telur tersebut dimasak. Dengan begitu, nilai protein yang didapat jauh lebih tinggi dibanding cara penyajian lainnya. "Selain itu, warna dari telur tersebut masih bagus dan rasanya pun manis," ujar Mien Karmini saat diwawancarai Plasadana.com untuk Yahoo Indonesia. Namun demikian, lanjut dia, mengonsumsi telur setengah matang juga memiliki risiko bagi kesehatan. Utamanya, jika telur yang hendak dikonsumsi mengandung bakteri salmonella akibat terkontaminasi kotoran ketika masih berada di dalam kandang. Bakteri tersebut dapat mengganggu saluran pencernaan dan mengakibatkan diare, muntah, kejang perut, serta demam. "Makannya telur harus dicuci terlebih dahulu sebelum diolah. Selain itu, pastikan alat memasak dan alat makan juga higienis," saran Mien Karmini. Terkait pola konsumsi telur, dia menuturkan, untuk ukuran anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan sebaiknya dalam sehari cukup satu butir telur. Beda halnya dengan atlet yang membutuhkan banyak telur guna membentuk dan menjaga tubuh agar lebih terlihat atletis.
Click Here!
Sedangkan bagi orang yang memiliki riwayat kesehatan seperti kolesterol tinggi atau tekanan darah tinggi, sebaiknya membatasi konsumsi telur. "Dalam satu minggu cukup 1 sampai 3 butir telur dengan memperhatikan kadar kolesterolnya," ucap Mien Karmini. Terkait dengan cara penyajian telur yang baik, ia menekankan, semuanya tergantung kondisi dari orang yang akan mengonsumsi telur tersebut. Bagi orang produktif yang masih memiliki daya cerna bagus, tidak masalah jika mengonsumsi telur matang. Namun perlu diingat, matangnya pun tidak sampai kering karena bisa mengurangi kandungan nutrisi atau protein pada telur. Sementara bagi orang tua atau usia lanjut lebih bagus mengonsumsi telur setengah matang. "Hal ini kembali lagi karena jika terlalu matang akan terjadi koagulasi protein," terang Mien Karmini. "Tapi prinsipnya," lanjut dia, "selama proses memasak telur itu benar, apapun sajian atau cara mongonsumsinya, telur tidak akan berdampak buruk bagi kesehatan." Kebetulan beberapa waktu lalu saya berulang tahun (nggak usah ditanya yang keberapa, pokoknya udah tua :D). Seperti biasa, saya sering berpikir dan bercermin tentang apa yang sudah saya jalani dalam sekian puluh tahun saya hidup di dunia ini. Dan ada beberapa hal yang saya jadikan panduan dalam hidup yang membantu saya melewati kehidupan sehari-hari. Kita nggak bisa menyenangkan semua orang Saya adalah tipe orang yang menghindari konflik sehingga saya berusaha untuk bisa mengakomodir kepentingan/keinginan semua orang. Tapi berikutnya saya menyadari, akan ada satu titik di mana saya nggak akan bisa menyenangkan semua orang. Dan lebih buruknya, akan ada orang-orang yang nggak menyukai saya tanpa alasan yang jelas. Entah sekedar menilai dari penampilan, entah sebal karena suara saya yang nggak enak didengar, atau sesederhana bahwa saya nggak punya selera yang sama dengan mereka. Akan selalu ada alasan untuk nggak menyukai kita. We have to live with that. Tetap berpikir positif, karena kadang sesungguhnya itu adalah masalah mereka, bukan masalah kita. Menjadi dewasa adalah pilihan Menurut saya, yang dikatakan sebuah iklan adalah benar: menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa adalah pilihan. Dan meskipun kita tumbuh bersama teman/sahabat yang seumur, tapi yang namanya kedewasaan nggak tumbuh dalam kecepatan yang sama. Banyak teman-teman seusia saya yang pola pemikirannya masih seperti mahasiswa di awal usia 20an dan adik saya kadang jauh lebih dewasa dalam menyikapi hidup dibandingkan saya sendiri. Pendidikan nggak berhenti pada saat selesai sekolah Saya justru merasakan bahwa pelajaran yang sesungguhnya itu terjadi Selepas saya lulus S1. Dari situ saya menyadari bahwa belajar itu nggak sebatas ilmu yang bisa dipelajari via textbook, tapi juga kehidupan yang terjadi di sekitar kita. Entah itu kita belajar bagaimana bersikap di kantor, mengembangkan pola pikir yang baru, atau mengambil training/kursus untuk meningkatkan kemampuan dan membantu pekerjaan kita yang sekarang. Apa pun itu, yang saya tahu adalah ilmu itu sangat luas, seumur hidup mempelajari pun nggak akan pernah cukup. Jangan menggantungkan kebahagiaan pada (standar) orang lain Yang saya sadari adalah standar kebahagiaan masing-masing orang itu beda. Saya bisa bahagia karena hal-hal kecil seperti minum bubble tea, tapi mungkin ada orang yang baru bisa bahagia kalau mobilnya udah ganti jadi Ferrari. Kebahagiaan itu harus datang dari diri sendiri, karena kita nggak akan bisa membahagiakan orang lain kalau diri sendiri belum bahagia. Seperti teman saya bilang, bahagia itu terjadi ketika kita berhenti membandingkan diri kita dengan orang lain. Kita nggak selalu benar dan belajarlah untuk minta maaf Semakin saya dewasa (atau tua), saya semakin menyadari bahwa banyak banget hal yang saya nggak tahu. Kalau dulu bisa sering sok tahu terhadap suatu hal, ternyata hal tersebut hanyalah puncak gunung es yang kelihatan di atas permukaan laut. Dan seringnya pada saat tersebut, saya mengetahui bahwa saya itu… salah. Dan apa yang lebih baik dari pada sadar sendiri bahwa kita salah, dan meminta maaf atas kesalahan yang kita buat? HIdup itu terlalu singkat untuk terus menerus menjadi keras kepala dan merasa benar sendiri. Meminta maaf seringnya bukanlah hal yang menyenangkan, tapi mau nggak mau harus dipelajari karena berbesar hati meminta maaf adalah salah satu kualitas penting dalam upaya menjadi good person.
Penulis : Nurlaelatul Fitrianah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar