Dapet Duit Dari Twitter 728x90

Kamis, 23 April 2015

Pikiran Menentukan Masa Depan



Alkisah, ada seorang murid yang bertanya pada gurunya, akan menjadi apa dirinya kelak. Sang guru kemudian mengambil dua teko dan dua cangkir. Ia kemudian menuangkan isi teko ke dalam cangkir. Segera, bau teh panas yang wangi menyeruak  di ruangan itu. Sang guru bertanya, “Apa yang kau lihat dan kaucium?” Si murid menjawab, “Wangi teh yang sangat harum, Guru.”

Tak lama, kemudian beliau mengambil teko kedua dan menuangkan isinya ke dalam cangkir yang lain. Tercium bau menyengat, khas ramuan obat dan jejamuan. “Sekarang, apa yang kaucium?” Muridnya menjawab, “Bau jamu Guru. Aromanya sangat menyengat, bau rempahnya menusuk hidung.”

Sang guru kemudian berkata, “Beginilah perumpamaan dirimu. Akan jadi apa kelak, tergantung pada apa yang ada dalam diri kamu. Saat kamu berbuat sesuatu berdasar apa yang ada di dalam, itulah cerminan yang akan menentukan masa depanmu. Teh dan jamu sama-sama punya aroma yang kuat, sama-sama pula punya manfaat. Tapi teko teh tak mungkin mengeluarkan jamu. Sebaliknya, teko jamu tak mungkin pula mengeluarkan teh. Jadi, apa yang ada dalam diri kamu, pasti sesuai dengan apa yang kamu bagikan kepada orang lain, dan itulah yang akan terjadi pada masa depanmu. Jadi, isi dirimu dengan kebaikan, maka kebaikan pulalah yang akan terjadi padamu.”

Netter yang Luar Biasa,

Kisah tersebut selalu membuat saya termenung. Betapa sebenarnya, apa yang terjadi pada diri kita sangat bergantung pada apa yang ada di dalam diri kita. Bertahun-tahun kemudian, hal ini makin membuat saya sadar, bahwa kita akan menjadi seperti apa yang kita pikirkan. Kita akan mengisi “cangkir" masa depan, dengan mengisi “teko” pikiran sesuai yang kita harapkan.

Telah banyak peristiwa yang mengisi hidup saya selama enam dekade ini. Banyak hal yang saya alami. Namun ada satu kesamaan. Saat saya berpikir, saat saya menancapkan impian, saat saya sangat menginginkan satu hal, hampir semua bisa mewujud ketika saya memikirkan dengan sejelas-jelasnya target itu dan segera bertindak untuk mencapai impian tersebut.. Seperti kisah teko dan cangkir yang dituang, apa yang saya impikan dari dalam (pikiran), benar-benar itu pulalah yang keluar (jadi kenyataan).

Beberapa literatur yang pernah saya baca, menyebutkan bahwa rahasia dari semua kekuatan, keberhasilan, dan kekayaan bergantung pada cara berpikir. Saya setuju. Dengan pikiran yang terfokus, terpusat, dan sadar sepenuhnya, kita akan mampu mengarahkan ke mana kita melangkah, ke mana kita akan menuju. Dan, hasilnya, apa yang awalnya dianggap sebagai sebuah kemustahilan, dengan terus melangkah dan berjuang mewujudkan, suatu saat pasti akan jadi kenyataan.

Pengalaman dan pemikiran saya tentang kehidupan yang telah saya jalani, kemudian mengkristal menjadi filosofi hidup: “Success is my right! Sukses adalah hak saya, hak Anda, dan hak siapa saja yang menyadari, menginginkan, dan memperjuangkan dengan sepenuh hati.” Ada katamenyadari dalam kalimat  tersebut. Yang artinya: dengan kesadaran sepenuhnya, yakni sadar bahwa kita punya pikiran yang hendak diwujudkan, kemudian diperkuat dengan menginginkan—dalam hal ini keinginan sangat kuat akan memengaruhi pikiran—lantas diperjuangkan mati-matian, pikiran itu akan berbuah jadi kenyataan, yakni sebagai sukses yang didambakan.

Untuk menutup tulisan ini, izinkan saya mengambil ungkapan populer dari seorang filsuf Prancis, Rene Descartes. Cogito ergo sum, “Aku berpikir, maka aku ada”. Mari, kita pikirkan apa yang mungkin kita kerjakan, dan kita kerjakan dengan kesungguhan, niscaya impian akan jadi kenyataan.

Senin, 20 April 2015

Tidak Ada yang Sulit Bagi Orang yang Punya Kemauan



Dalam setiap kali kesempatan mengisi seminar dan memberikan motivasi, saya selalu menyelipkan beberapa kisah dan contoh, betapa banyak hal baik dan inovatif di dunia ini hadir berkat adanya impian yang jadi kenyataan. Mimpi-mimpi yang dulu hanya sebatas khayalan, dengan hadirnya orang-orang hebat di dunia ini, berhasil diubah menjadi hal nyata yang bisa kita sentuh dan rasakan manfaatnya. Berkat orang-orang hebat itu pulalah, kita mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai area kehidupan.

Namun, apakah impian-impian itu hadir begitu saja dan langsung menjadi nyata di tangan orang-orang hebat itu? Bisa saya katakan 100 persen jawabannya adalah TIDAK! Bahkan, pada masanya, orang-orang tersebut sering dicibir karena impiannya. Tak jarang, malah mendapat siksa dan dera hukuman akibat keyakinan atas impian yang diucapnya.

Di tengah tatanan masyarakat pada masanya, sering kali impian seseorang malah membuat orang tersebut dicap tidak waras. Dunia yang bulat, dulu dianggap “menodai” kepercayaan. Impian menerbangkan orang hingga ke bulan pun dikatakan hanya sebagai upaya mendongkrak popularitas semata. Termasuk, impian menghadirkan komputer ke dalam setiap rumah. Semua itu dicap khayalan di siang bolong serta predikat negatif lainnya. Namun mereka bergeming dengan impiannya. Bukannya mundur. Tapi mereka justru menanggapi hal negatif itu dengan terus dan terus mencoba lagi, berkarya dan berkarya lagi. Hingga, pelan namun pasti, semua impian itu membuka banyak kemungkinan agar impian tak lagi sekadar khalayan. Saat itulah, mereka telah jauh maju ke depan meninggalkan orang-orang yang meragukan impiannya. Saat itulah, mereka memetik keberhasilan dengan menaklukkan dunia.

Salah satunya, kita melihat impian Bill Gates “terbayar” dengan hadirnya komputer PC di hampir semua rumah dengan mudah, bersama dengan software kreasinya, Windows, yang membuatnya jadi salah satu orang terkaya di dunia.

Perjuangan untuk mewujudkan mimpi yang tak mudah ini mengingatkan saya pada sebuahpepatahTiongkok Kuno,世上无难事,只怕有心人 shi shang wu nan shi, zhi pa you xin ren—yang arti harfiahnya: di dunia ini tidak ada yang sulit bagi orang yang punya kemauan. Jika dimaknai secara mendalam, pepatah ini membuka kesadaran kita bahwa apa pun yang terjadi di dunia ini, pasti akan melewati tahap dan proses kesulitan, ujian, tantangan, dan hambatan yang tentu tak mudah. Justru, dengan semua itu, kita akan dikuatkan. Dengan berbagai ujian tersebut—yang harus kita lewati—kita justru sedang di-“keras”-kan menjadi manusia tangguh agar dapat mewujudkan setiap impian.

Sekali lagi saya tekankan: semua impian memang harus diperjuangkan. Dan, dalam perjuangan itu tak ada yang mudah. Kita sendirilah yang bertanggung jawab untuk memudahkan jalan itu. Mari, kita terus melaju, bekerja, dan berjuang maksimal untuk mewujudkan semua impian!

Sabtu, 18 April 2015

Diantara Racun Di Dalam Kehidupan Kita

Hilary Bergsieker (profesor ilmu perilaku sosial dari Psychology Department Universitas Waterloo, Kanada) mengatakan bahwa kerusakan dalam berpikir dan bersikap dikarenakan "racun" dan energi negatif dalam pikiran kita. Pribadi yang sehat adalahamazing people yakni pribadi yang menarik, disukai, memiliki hubungan win-win dan bermanfaat bagi orang lain. Sebaliknya perilaku yang rusak dan beracun (atau toxic behavior) akan menimbulkan gesekan, persinggungan, pertengkaran, dan rasa tidak nyaman kepada orang lain.

Hilary menggarisbawahi bahwa toxic behavior dapat mengancam relasi hubungan dan pergaulan antar individu maupun kelompok dalam ruang lingkup organisasi, perusahaan, teman, rumah tangga, relasi, dan lainnya. Berikut ini 8 toxic behavior yang harus kita hindari:

1. Arrogance = Kesombongan
Kalau kita bersikap sombong terhadap orang lain maka "adrenalin negatif" akan menumpuk dalam pikiran dan hati kita. Badan kita akan menghasilkan energi negatif yang cenderung kuat menolak hal-hal yang baik, sekalipun datang dari orang yang kita anggap benar. Kesombongan adalah racun terbesar yang menutup daya pikir, akal sehat serta nalar kita terhadap hal positif.

Kesombongan bisa terjadi karena sikap "keakuan" yang kuat dan memandang dirinya lebih superior dan sukses dibanding orang lain. Orang yang bersikap seperti ini karena kurang memahami bahwa pada dasarnya setiap orang adalah subjek dan bukan objek dalam ruang lingkup kehidupan.

Contoh: ketika kita sukses maka kita menganggap bahwa prestasi tersebut adalah semata-mata karena kerja keras diri sendiri, dan bukan karena bantuan dan peranan dari teman, bawahan atau anggota keluarga dll, yang sebenarnya turut memiliki andil.

2. Ignorance = Ketidakpedulian
Ignorance terjadi karena tidak peka dan ketidak pedulian terhadap apa yang terjadi di sekeliling kita. Contoh: kalau ada orang sedang kesusahan, kelaparan, berduka, atau menderita, maka empati atau rasa kasihan tidak akan muncul dari diri kita.

Ignorance muncul karena kita takut berbagi perhatian dan kepedulian, dan menilai orang lain yang menderita semata-mata karena faktor nasib. Bukan karena faktor situasi yang mungkin bisa diubah karena bantuan dan perhatian kita.

3. Denial = Penyangkalan
Seberapa sering kita menyangkal terhadap apa yang telah kita perbuat dan merugikan pihak lain? Penyangkalan disebabkan karena kita tidak memiliki "jiwa dalam pikiran kita". Kita kehilangan kesadaran untuk berani mempertanggung jawabkan atas apa yang kita lakukan.

Penyangkalan kerap membuat kita buta terhadap realita yang sebenarnya. Ketika kebanyakan orang lain mengatakan warna putih adalah putih, maka kita tetap mengatakan hitam. Penyangkalan terjadi karena kita tidak peduli dengan perasaan orang lain.

Contoh: jika tim kerja kita mengalami kemerosotan kinerja, maka kita melepas tanggung jawab dan kenyataan sebenarnya, dan menyangkal dengan memberikan argumentasi dan pembelaan diri bahwa semuanya tetap berjalan baik.

4. Tinkering = Mengerjakan sesuatu tanpa keahlian
Banyak kisah sukses yang dimulai dengan tindakan dan cara berpikir hal-hal kecil dan sederhana. Dari situ kita dapat memupuk, melatih, dan mengasah potensi diri secara bertahap dan menjadikannya suatu keahlian yang kita kuasai. Untuk menjalankan suatu pekerjaan apapun, kita dituntut memiliki kemampuan dan keahlian baik secara teori dan praktik.

Tinkering bisa terjadi karena kita tidak mau belajar dan melatih diri agar menjadi lebih cakap. Akibatnya sering menjadi hambatan bagi orang lain. Kalaupun kita telah merasa pandai dan tidak mau terus belajar, maka kualitas keahlian akan menurun. Maka kemampuan kita bukan menjadi obat, tetapi dapat menjadi racun bagi orang lain.

Untuk mengubah keadaan, kita hendaknya berani memberikan pengorbanan melalui tenaga, pikiran, waktu, bahkan biaya, agar semakin berilmu dan tidak menjadi beban pihak lain.

Contoh: seorang penjual tidak mau belajar dari penjual yang sukses, membaca buku-buku penjualan atau mempraktikkan secara konsisten, disiplin, dan teratur. Akibatnya prestasi penjualan tidak pernah dicapai dan merugikan perusahaan serta dirinya sendiri.

5. Losing focus = Kehilangan fokus
Fokus adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan mulai dari perencanaan, penyusunan, tindakan, sampai evaluasi dengan baik, efektif, dan efisien. Ketidakmampuan kita untuk fokus sering disebabkan karena memikirkan dan bertindak pada hal-hal yang sepele dan kurang bermanfaat.

Untuk fokus, kita memerlukan latihan yang teratur, serta sikap tegas dalam menentukan sikap kita. Kehilangan fokus sering menjadi beban besar pada diri sendiri dan orang lain yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam aktivitas kita sehari-hari.

Contoh: Pada saat kita harus menyelesaikan suatu tugas penting, kita lupa pada target waktu, ukuran, dan standar pencapaian hasil kerja.

6.  Permissive = Toleransi negatif
Lawan dari konsistensi adalah permisif yakni toleransi yang negatif (terhadap korupsi, manipulasi dan indisipliner).

Contoh: ada peraturan bahwa setiap orang dilarang terlambat masuk kerja; maka ketika kita membiarkan segelintir orang melanggar karena "unsur suka dan pilih kasih", maka akan merusak tatanan, standar dan aturan yang berlaku.

7. Egoism = Sikap keakuan (egoisme)
Sering dalam pergumulan hidup, kita bertanya: saya yang lebih penting atau orang lain yang harus saya seimbangkan dalam hubungan sosial. Kita sering menempatkan diri kita lebih berharga dan berarti dibanding yang lain. Kesalahan terbesar dalam menempatkan diri kita "sebagai yang paling berarti" menyebabkan kehilangan sikap dalam berbagi dan berempati kepada orang lain.

Egoisme muncul karena kita takut menghadapi realita bahwa hidup dan hasil yang baik harus diperjuangkan dan diperebutkan dengan cara yang elegan dan benar. Efek dari racun pikiran dan hati ini, membuat tindakan kita tidak merefleksikan kepentingan bersama. Tindakan kita akan lebih didominasi oleh imajinasi dalam pikiran kita yang keliru dan buruk karena mementingkan diri sendiri. Maka egoisme adalah bahaya besar yang membuat kita bersikap apatis terhadap kebutuhan yang seimbang dalam hubungan dengan orang lain.

Contoh: ketika kita membuang sampah sembarangan, maka kita hanya mementingkan diri sendiri dan tidak peduli terhadap kesehatan, keselamatan, dan kebersihan lingkungan dan orang lain.

8.  Conflict = Pertikaian
Akumulasi dari persoalan hidup akan menyebabkan timbulnya pertikaian dengan orang lain (permusuhan, saling menyalahkan dan menghindar dari tanggung jawab). Konflik akan melahirkan sakit hati dan dendam pada semua pihak yang terlibat. Dan pertikaian akan menimbulkan suasana tegang pada semua pihak.

Konflik atau pertikaian timbul karena tidak mampu mengelola emosi dan egoisme yang menguasai diri kita. Konflik bisa terjadi secara mental, psikologis dan fisik yang tentunya akan merugikan semua pihak.

Meredakan dan mengurangi "racun-racun" dalam kehidupan kita akan berdampak positif kepada cara berpikir, berucap dan bertingkah laku. Sadari bahwa setiap manusia memiliki unsur-unsur positif yang lebih dominan daripada unsur-unsur negatif.

Tantangan terbesar bagi kita adalah mengelola dan mengembangkan kemampuan dalam mengikis secara bertahap semua unsur-unsur "racun" yang ada dalam diri kita, agar mampu menempatkan diri kita sebagai pribadi yang bermanfaat dan bernilai dalam pergaulan dan hubungan dengan orang lain.

Kamis, 16 April 2015

Jangan Mau Dimanfaatkan Orang Lain Karena Kebaikan Anda



Hati-hati dengan rasa mudah kasihan dan mudah bersalah! Biasanya setelah orang lain mengetahui titik kelemahan diri kita, akan mempergunakan kita untuk kepentingan diri mereka. Selanjutnya, kita akan diperalatkan atas alasan ‘pertolongan’.

Tanda-tanda yang mengawali kelemahan hati kita adalah:

1. Kita tidak ingin  memulai konflik atau orang lain bermasam muka terhadap kita, sehingga kita sanggup mengiyakan hampir apa saja untuk menghindari pertengkaran.

2. Takut untuk merasa berbeda. Biasanya kita takut untuk berbeda dari orang lain karena merasa ada yang tidak benar jika berbeda dari orang lain. Rasa rendah diri ini harus segera dibuang jauh-jauh.

3. Selalu dipergunakan oleh orang lain, untuk kepentingan mereka. Misalnya,  minta kita melakukan / mengantikan pekerjaannya, sedangkan dia hanya bersenang-senang di tempat lain.

4. Mudah terpancing dengan permainan emosi. Kebanyakkan orang suka menjerat orang lain dengan menunjukkan mereka bernasib malang dan perlu dikasihani.

5. Mudah terpengaruh dengan pujian.

Untuk mengatasi kelemahan di atas, maka:

- Perhatikan apa yang telah dikatakan atau dilakukan oleh orang lain untuk mempermainkan emosi kita. Selalu caritahu lebih lanjut kebenarannya.
- Kita juga harus menetapkan apa yang harus kita lakukan agar orang lain tidak dapat menuduh kita “mementingkan” diri sendiri.
- Walaupun kita tidak dapat mengatasi sepenuhnya kelemahan kita, tetapi setidaknya kita masih dapat melawan manipulasi yang ingin dilakukan oleh orang lain.
- Kalau kita selalu gelisah terhadap rasa bersalah, maka jadikan rasa ini sebagai perasaan yang membuatkan kita sentiasa berwaspada.
- Lakukan apa yang betul untuk menghindari kemungkinan kita dimanipulasi oleh perasaan kita sendiri
- Dengan mengalahkan orang yang mencoba mengeksploitasi kita, kita kan memperoleh kembali perlindungan diri serta dapat membuat kita lebih dihormati oleh orang lain.
- Sadar atau tidak, sebenarnya mereka yang mudah dimanfaatkan adalah orang yang disukai oleh banyak orang, tapi secara bersamaan kurang dihormati orang lain.

Nah, itulah ciri-ciri ketika pertahanan diri kita melemah dan cara untuk mengatasinya agar terhindar dari niat buruk orang lain yang ingin memanfaatkan kita.

Senin, 13 April 2015

Cara Menghadapi Anak Yang Mulai Membangkang


Anak-anak dalam masa pertumbuhannya pasti ada masa ketika mereka mulai membangkang dan membantah, serta tidak menuruti perkataan orangtua. Ketika dihadapkan pada masa tersebut, bagaimana sebaiknya orangtua menyikapi?

Jangan diamkan ketika anak mulai menunjukkan tanda-tanda membangkang. Jika dibiarkan, akan berdampak negatif bagi pertumbuhan karakter dan mentalnya. Berikut tips yang bisa Anda coba untuk menghadapi anak yang sering membangkang:


1. Sikapi dengan lembut

Hindari cara keras karena justru akan membuat anak makin membangkang. Perilaku marah orang tua bisa ditiru dan dijadikan pola bagi anak untuk menyelesaikan masalahnya. Cara bijaksana yang bisa dilakukan adalah jangan mudah terpancing emosi oleh penolakan anak. Berikan penjelasan dengan lemah lembut dan tidak mudah mengumbar kemarahan.


2. Selalu berikan pilihan

Jangan sekali-kali mendikte anak. Berikan instruksi dengan gaya mengajak. “Nak, Ini sudah jam berapa? Gimana kalau mandi dulu? Nanti keburu sore.” Intinya, ciptakan cara kreatif adalah membujuk anak.


3. Menghargai perilaku positif

Pujilah dan tunjukkan betapa bangganya Anda jika anak melakukan perbuatan baik. Kalau memungkinkan, berikan hadiah atau setidaknya elusan dan kecupan sayang sehingga dia merasa dihargai.


4. Komunikasi aktif

Sikap membangkang anak bisa direndam dengan selalu mengajaknya berkomunikasi aktif. Ajukan setiap peraturan dengan disertai penjelasan. Komunikasi semacam itu akan menyurutkan sikap membangkang anak karena ia paham akan konsekuensi bila ia tak melakukan peraturan itu.


5. Konsisten terhadap aturan yang telah dibuat

Terapkan peraturan dengan jelas dan menetap, misalnya kalau sudah ditentukan tidur jam 8 malam, patuhi jadwal tersebut dari hari ke hari. Jelaskan apa dampak atau risikonya kalau tidur larut malam. Menerapkan aturan yang konsisten juga melatih anak agar tahu bahwa hidup tak bisa diatur semau-maunya sendiri.


6. Introspeksi

Kalau anak tidak mau menurut orang tua, maka orangtua harus introspeksi diri mengapa ia sering membantah. Jangan-jangan karena kesalahan orang tua sendiri yang membuat anak tak mau menurut. Misalnya, karena cara menyuruh atau memberi perintah seperti mendikte, menghardik, atau membentak, jadinya si kecil malah memberontak.

Pada intinya, komunikasi antara orangtua dan anak serta saling mau mendengar adalah poin penting dalam mendidik dan mengajarkan anak. Pembangunan karakter dan mental yang kuat, pasti akan berbuah bagi kehidupan dan kesuksesan anak kelak.